Cari

Loading

Rabu, 31 Juli 2013

Dorong Diversifikasi dengan Produksi Beras Cerdas


TEMPO.CO, Jakarta - Diversifikasi pangan untuk pemenuhan sumber karbohidrat terus dilakukan. Tahun ini, pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta akan menyediakan 16 pabrik pengolahan beras dari pangan lokal yang dinamakan pabrik beras cerdas.

Sebanyak 16 pabrik beras cerdas akan siap beroperasi tahun ini. Beras cerdas adalah beras restrukturisasi dari berbagai bahan baku alami yang dibuat dari bahan baku non-padi, seperti singkong, ketela, sagu, jagung dan sorgum.

Peneliti sekaligus penemu beras cerdas dari Universitas Jember, Achmad Subagyo, mengatakan pada 2012 pabrik beras cerdas sudah terbangun empat unit di tiga kabupaten, yakni di Kabupaten Jember dua unit, lalu di Kabupaten Ponorogo, dan Kabupaten Blitar masing-masing satu unit. "Pembangunan pabrik beras cerdas ini hasil kerja sama kami dengan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian," kata Subagyo di kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa, 26 Maret 2013.

Setelah empat pabrik yang sudah terbangun itu, ujarnya, tahun ini akan dilanjutkan pembangunan 12 pabrik beras cerdas. Pabrik ini nantinya akan dibangun di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Maluku dan Nusa Tenggara Barat.

Pabrik beras cerdas ini direncanakan memiliki kapasitas pengolahan 1 ton per hari atau 360 ton per tahun. Nilai investasi untuk tiap pabrik diperkirakan mencapai Rp 350-400 juta. "Dananya dari investor swasta dan juga didukung dari dana APBN dan APBD," ujarnya.

Subagyo menambahkan, karena tergolong baru, beras cerdas ini belum terlalu diminati masyarakat. Kesulitan terutama dari sisi penjualannya. Bahkan, produksi beras cerdas dari pabrik yang sudah terbangun rata-rata hanya mampu terjual 25 ton selama tiga bulan.

Padahal, dari sisi harga, beras cerdas ini lebih murah dibandingkan dengan beras yang terbuat dari padi. Ia menyebutkan, beras cerdas dijual rata-rata Rp 7.000 per kilogram dan jika diproduksi massal harganya bisa lebih murah. Sedangkan beras dari padi harganya saat ini sekitar Rp 8.000 per kilogram.

Karena itulah, ia meminta pemerintah terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat untuk mengkonsumsi beras non-padi. Dengan begitu, pasar beras cerdas akan terus tumbuh. "Sekarang produksi beras cerdas masih dijual untuk masyarakat yang berkebutuhan khusus, seperti penderita diabetes. Pasarnya memang masih sedikit," katanya. Ke depan, ia tengah mengupayakan beras cerdas ini bisa masuk ke pasar retail.

ROSALINA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar