Cari

Loading

Rabu, 19 Juni 2013

Ketua IDI: Diversifikasi Pangan Kunci Cegah Gizi Buruk



Dr Zaenal Abidin (foto: Qalbinur Nawawi)

BAHAN bakar minyak yang nantinya naik tak ayal membuat harga bahan pokok turut meroket. Fenomena makan nasi aking  dan gizi buruk diperkirakan akan marak lagi karena masyarakat tak bisa membeli beras dan makanan bernutrisi.

Meski ancaman tersebut di depan mata, namun jangan menganggap hal tersebut sebuah kondisi yang menakutnya. Pasalnya, bila masyarakat bisa menyesuaikan potensi pangan di tempatnya dan mengonsumsi sumber protein alternatif, maka kondisi gizi buruk pun bisa diatasi.

Realitanya, selama ini fenomena tersebut muncul karena banyak masyarakat sudah terlalu berfokus pada nasi sebagai asupan harian. Padahal, di daerah Indonesia terutama bagian sebelah Timur kadang kala tak perlu mengonsumsi beras.

Karenanya, akan lebih bijak bila masyarakat mengonsumsi sumber karbohidrat lain sebagai pengganti nasi. Alternatif pangan lain yang bisa dikonsumsi ialah tempe, tahu dan telur dimana bisa menjadi pilihan alternatif yang efektif. Tindakan ini menjadi langkah efektif untuk mencegah populasi gizi buruk ataupun mengubah kebiasaan mengonsumsi nasi aking.

"Diversifikasi pangan atau tak berfokus lagi pada beras inilah yang harus disosialisasikan lagi. Misalnya, jangan suruh orang mengonsumsi beras bila orang Papua makan sagu, karena beras susah ditanam di sana. Jangan pula suruh orang Nusa Tenggara Timur mengonsumsi beras bila ia masih mengonsumsi jagung. Kemudian juga di daerah kepulauan Indonesia ada yang masih mengonsumsi singkong, kentang, dan talas. Pokoknya jangan memaksakan suatu daerah makan beras bila biasanya ia makan singkong. Masyarakat hanya perlu menyesuaikan untuk kebutuhan asupan karbodhidrat dari potensi keadaan lingkungan setempat," kata Dr. Zaenal Abidin MH.Kes, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia saat ditemui secara eksklusif oleh Okezone di Kantor Pusat Ikatan Dokter Indonesia, Menteng, Jakarta, Pusat, belum lama ini.

Ia menambahkan, untuk asupan sumber protein yang merupakan penopang otot seluruh tubuh dan energi, setidaknya masyarakat bisa mengonsumsi tempe, tahu atau bila harga daging dan ikan sudah tak terjangkau. Inilah salah satu cara melawan gizi buruk.

Dr. Zaenal, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa fenomena gizi buruk bisa minimalisir.  Masyarakat hanya perlu sedikit dibantu dengan perpanjangan pemerintah daerah dan lembaga kesehatan setempat untuk mengedukasi masyarakat mengenai sumber protein yang baik. Menurutnya, IDI sendiri senantiasa mencoba untuk membantu, namun daya jangkaunnya terlalu sempit

"Bahan karbodhirat itu ada sekitar mereka, aneka asupan protein untuk mencegah gizi buruk pun juga ada. Tinggal bagaimana mengedukasi mereka, dimana bisa menggunakan posyandu untuk melakukan edukasi preventifnya. Posyandu sudah diketahui efektif untuk mengedukasi masyarakat guna mengerti apa saja makanan sehat,"tandasnya. (ind) (tty)

Sumber: Okezone



Tidak ada komentar:

Posting Komentar